Australia dan Indonesia telah menjalin kerja sama pendidikan militer dengan mengirim Perwira TNI AD ke Pangkalan Militer Australia untuk memberikan pelajaran Bahasa Indonesia di sana.
Alih-alih kerja sama berjalan lancar, Perwira TNI kita justeru marah dan merasa dilecehkan. Pasalnya, ia menemukan di dalam kurikulum mereka disebutkan bahwa Ideologi Pancasila yang dengan sengaja diplesetkan menjadi Pancagila.
Seperti dilansir Tempo.co, bahkan hinaan "Pancagila" itu digantung di dinding sekolah militer tersebut. Entah apa maksudnya, mereka benar-benar melakukan tindakan provokatif.
Tidak cuma itu. Ditemukan materi pelatihan yang menuduh TNI telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur, termasuk tuduhan bahwa mantan pemimpin militer Indonesia, Bapak Sarwo Edhie Wibowo adalah seorang pembunuh massal. Selain itu, materi itu juga memuat informasi tentang seorang perwira TNI membunuh temannya sambil mabuk. Dan lucunya lagi, kurikulum dan materi pelatihan ini sudah diterapkan sejak lama, atau dengan kata lain, penghinaan ini sudah berlangsung cukup lama.
Selain materi ofensif dalam tubuh militer Australia, sebelumnya juga pernah ada laporan dari seorang dosen bahasa Indonesia yang dikirim ke Negeri Kanguru tersebut, yang berakhir dengan permintaan maaf dari Australia.
Guru bahasa Indonesia itu diminta untuk memberikan tugas kepada para mahasiswanya untuk membuat makalah tentang propaganda Papua Merdeka.
Menindaklanjuti laporan ini, kerja sama pendidikan militer Indonesia-Australia langsung dihentikan sementara, dan kabarnya Menteri Pertahanan Australia telah melayangkan surat permintaan maaf atas hinaan "Pancagila" tersebut. Kepala sekolah militer yang bersangkutan juga kabarnya sudah diberikan sanksi tegas.
Namun tetap saja tuduhan-tuduhan serta hinaan terhadap kehormatan Bangsa Indonesia tidak bisa dibiarkan begitu saja. Apalagi, terdengar isu bahwa Militer Australia ingin merekrut Perwira Terbaik TNI AD dan dijadikan bagian dari Militer Australia.
Sebenarnya hubungan Indonesia-Australia pernah beberapa kali memanas. Salah satunya adalah ketika Badan Intelejen Negara mengungkapkan fakta bahwa Australia telah menyadap percakapan telepon pemimpin Indonesia sejak tahun 2007.
Bahkan Edward Snowden (Mantan Anggota NSA) mengatakan secara terang-terangan bahwa AS dan Australia telah melakukan penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ibu Ani Yudhoyono.
Memang meskipun beberapa masalah sudah diselesaikan dengan permintaan maaf, namun bukan berarti Indonesia hanya manut-manut memaafkan. Indonesia harus bersikap tegas apalagi menyangkut masalah harga diri sebuah negara.
Yah, melihat beberapa usaha konfrontasi Australia (entah itu disengaja atau tidak), bisa jadi saat ini memang Negeri Kangguru tersebut ingin sekali mengusik kedaulatan negara kita. Dan satu-satunya solusi supaya hal itu tidak terjadi adalah dengan menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa.
Tapi melihat isu yang berkembang belakangan, dan melihat para manusia sumbu pendek yang gampang "butthurt" hanya karena isu SARA (yang sejak jaman Majapahit sudah ada dan masih terjadi sampai sekarang), semakin menunjukkan bahwa sebagian besar bangsa kita belum paham konsep persatuan dan kesatuan.
Entah apakah bagi mereka yang sampai detik ini masih berkoar atas nama kebenaran dan memusuhi sesama bangsa sendiri mengetahui bahwa di luar sana, tidak cuma Australia yang sedang memancik api provokasi, dan ingin mengambil alih kedaulatan Indonesia.
Sampai akhirnya muncul sebuah pertanyaan, "jika Indonesia sudah tidak punya identitas dan tempat tinggal lagi, lantas dimana lagi kalian bisa adu jotos untuk berdebat keyakinan siapa yang paling benar?"
Comments
Post a Comment